Tuesday, April 10, 2012

Kebiasaan Taruh Dompet di Saku Celana Bisa Berbahaya!!!!


 Satu lagi Informasi kelas wahid yang patut disimak selain keluhan seks dan lain2nya…
Menjadi pemandangan umum melihat para laki-laki meletakkan dompetnya di saku belakang celana. Tapi kebiasaan ini sebaiknya dihilangkan karena bisa mempengaruhi saraf-saraf yang ada di tubuh.

Para ahli mengungkapkan orang-orang yang duduk dengan dompet di saku belakang celana memiliki risiko merusak saraf-saraf kunci. Kondisi ini sudah menjadi sangat umum di masyarakat hingga dijuluki dengan nama hip-pocket syndrome atau wallet-neuropathy.

Laki-laki yang selalu meletakkan dompet di saku belakangnya adalah kelompok yang paling berisiko terkena kondisi ini.

Ahli fisioterapi menuturkan adanya lonjakan jumlah laki-laki yang menderita atau mengeluhkan sakit punggung bagian bawah, dan diduga posisi dompet menjadi penyebab utama kondisi ini.

"Saat ini semakin banyak pasien saya yang datang ke klinik dengan keluhan seperti itu. Kondisi ini dipicu oleh posisi dompet yang menekan saraf di belakang tubuh dan seiring waktu bisa menyebabkan linu panggul," ujar Julian Forth, seorang fisioterapis di Buckhurst Hill, Essex, seperti dikutip dari BBCNews, Senin (14/3/2011).

Firth mengungkapkan dompet tersebut akan menekan saraf-saraf di tubuh baik pada saat orang mengemudi atau ketika duduk di tempat kerja. Kondisi ini juga bisa mengakibatkan rasa sakit atau mati rasa pada pergelangan kaki, kaki bagian bawah dan menimbulkan rasa sakit saat berjalan, duduk atau berbaring.

Jika seseorang meletakkan dompet di saku belakang, maka akan menimbulkan ketidakseimbangan yang secara tidak sadar melibatkan otot, tulang dan yang paling penting adalah sistem saraf. Ketidakseimbangan ini membuat seseorang duduk cenderung miring dan mencoba untuk tetap menjaga keseimbangan yang berpusat pada panggul.

Kondisi ini kemungkinan melibatkan satu atau dua kurva kompensasi dari tulang belakang yang membuat posisinya menjadi tidak sejajar. Secara tidak sadar hal ini akan membuat bahu menjadi merosot. Itulah sebabnya meletakkan dompet di saku belakang bisa menyebabkan nyeri pada leher, punggung dan juga bahu.

Jika laki-laki berpikir bahwa ia tidak mengalami keluhan apapun, sebaiknya tetap menghindari kebiasaan tersebut.

Meski demikian ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menghindari risiko gangguan saraf, seperti dikutip dari siouxcityjournal.com yaitu:
1.     Melakukan sedikit peregangan sebelum duduk
2.     Mengeluarkan dompet dari saku belakang sebelum duduk meskipun dompet tersebut tidak tebal
3.     Meletakkan dompet pada tempat alternatif lainnya seperti saku jaket atau di dalam tas
4.     Duduklah dengan nyaman di kursi atau sofa dengan permukaan yang datar sehingga tidak mengganggu saraf dan struktur tulang serta ototnya benar
5.     Jika sudah timbul keluhan sebaiknya segera konsultasikan dengan fisioterapis untuk memperbaiki postur tubuh dan tidak memperburuk keadaan.
Menjadi pemandangan umum melihat para laki-laki meletakkan dompetnya di saku belakang celana. Tapi kebiasaan ini sebaiknya dihilangkan karena bisa mempengaruhi saraf-saraf yang ada di tubuh.

Para ahli mengungkapkan orang-orang yang duduk dengan dompet di saku belakang celana memiliki risiko merusak saraf-saraf kunci. Kondisi ini sudah menjadi sangat umum di masyarakat hingga dijuluki dengan nama hip-pocket syndrome atau wallet-neuropathy.

Laki-laki yang selalu meletakkan dompet di saku belakangnya adalah kelompok yang paling berisiko terkena kondisi ini.

Ahli fisioterapi menuturkan adanya lonjakan jumlah laki-laki yang menderita atau mengeluhkan sakit punggung bagian bawah, dan diduga posisi dompet menjadi penyebab utama kondisi ini.

"Saat ini semakin banyak pasien saya yang datang ke klinik dengan keluhan seperti itu. Kondisi ini dipicu oleh posisi dompet yang menekan saraf di belakang tubuh dan seiring waktu bisa menyebabkan linu panggul," ujar Julian Forth, seorang fisioterapis di Buckhurst Hill, Essex, seperti dikutip dari BBCNews, Senin (14/3/2011).

Firth mengungkapkan dompet tersebut akan menekan saraf-saraf di tubuh baik pada saat orang mengemudi atau ketika duduk di tempat kerja. Kondisi ini juga bisa mengakibatkan rasa sakit atau mati rasa pada pergelangan kaki, kaki bagian bawah dan menimbulkan rasa sakit saat berjalan, duduk atau berbaring.

Jika seseorang meletakkan dompet di saku belakang, maka akan menimbulkan ketidakseimbangan yang secara tidak sadar melibatkan otot, tulang dan yang paling penting adalah sistem saraf. Ketidakseimbangan ini membuat seseorang duduk cenderung miring dan mencoba untuk tetap menjaga keseimbangan yang berpusat pada panggul.

Kondisi ini kemungkinan melibatkan satu atau dua kurva kompensasi dari tulang belakang yang membuat posisinya menjadi tidak sejajar. Secara tidak sadar hal ini akan membuat bahu menjadi merosot. Itulah sebabnya meletakkan dompet di saku belakang bisa menyebabkan nyeri pada leher, punggung dan juga bahu.

Jika laki-laki berpikir bahwa ia tidak mengalami keluhan apapun, sebaiknya tetap menghindari kebiasaan tersebut.

Meski demikian ada beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menghindari risiko gangguan saraf, seperti dikutip dari siouxcityjournal.com yaitu:
1.     Melakukan sedikit peregangan sebelum duduk
2.     Mengeluarkan dompet dari saku belakang sebelum duduk meskipun dompet tersebut tidak tebal
3.     Meletakkan dompet pada tempat alternatif lainnya seperti saku jaket atau di dalam tas
4.     Duduklah dengan nyaman di kursi atau sofa dengan permukaan yang datar sehingga tidak mengganggu saraf dan struktur tulang serta ototnya benar
5.     Jika sudah timbul keluhan sebaiknya segera konsultasikan dengan fisioterapis untuk memperbaiki postur tubuh dan tidak memperburuk keadaan.

Monday, February 27, 2012

Peta Wahabi

> Oleh Rimbun Natamarga
>
> Memberikan kata pengantar untuk buku Terorisme: Fundamentalis Kristen, Yahudi, Islam (Kompas, 2009) tulisan A.M. Hendropriyono, Zuhairi Misrawi, seorang anggota Nahdlatul Ulama yang menjadi ketua Moderate Muslim Society, mengetengahkan sebuah peta tentang Wahabi di Indonesia. Peta yang dimaksud itu adalah hasil pemetaan sikap atas dakwah Muhammad bin Abdil Wahhab di Indonesia.
>
>
> Dan, memang, dalam merespon dakwah tersebut, orang-orang di Indonesia terbagi-bagi menjadi beberapa kelompok. Masing-masing mereka memiliki ciri khas yang membedakan dengan yang lain.
>
>
> Kelompok pertama adalah orang-orang yang menerima dakwah Muhammad bin Abdil Wahhab, namun melakukan usaha modifikasi, baik sedikit, separuhnya, atau sebagian besarnya. Di antara mereka, bahkan, ada pula yang hanya mengambil ruh semangatnya tanpa perlu konsisten dalam menerapkan pesan dakwah tersebut.
>
>
> Kelompok kedua adalah orang-orang yang merespon positif dakwah tersebut dan menerima secara bulat tanpa usaha memodifikasinya. Mereka menerima dakwah dan berusaha menyebarkannya di lingkungan-lingkungan mereka.
>
>
> Kelompok ketiga adalah orang-orang yang menolak mentah-mentah dakwah tersebut. Bagi mereka, dakwah yang diserukan oleh Muhammad bin Abdil Wahhab itu tidak sesuai dengan karakter masyarakat Indonesia yang sudah memiliki tradisi keislaman tersendiri dari dulu. Dakwah tersebut tidak cocok, karena itu mereka tolak secara mutlak.
>
>
> Dua kelompok pertama, di tengah masyarakat kita, kerap disebut sebagai orang-orang Wahabi. Terlepas dari mereka suka atau tidak penamaan tersebut, media-media dan sejumlah pengamat dari luar atau dalam negeri tetap menamai mereka dengan sebutan itu. Karena itu, tiap kali media mengangkat atau menyinggung kelompok Wahabi dalam pemberitaan, selalu yang dimaksud adalah salah satu kelompok dalam dua kelompok tersebut.
>
>
> Kelompok Pertama: Neo-Wahabi
>
> Ciri utama mereka adalah modifikasi pesan dakwah Muhammad bin Abdil Wahhab. Nur Khalik Ridwan mengidentifikasi kelompok ini dalam trilogi karyanya tentang gerakan Wahabi. Dalam buku pertama, Doktrin Wahhabi dan Benih-Benih Radikalisme Islam (Tanah Air, 2009), ia menyinggung keberadaan kelompok ini sebagai kelompok yang terpengaruh—baik sebagian atau lebih, namun tidak semua—oleh ajaran-ajaran Muhammad bin Abdil Wahhab. Olehnya, kelompok yang seperti ini disebut sebagai neo-Wahabi.
>
>
> Menurut Ridwan, organisasi masyarakat pertama di Indonesia yang masuk dalam kategori kelompok neo-Wahabi adalah Muhammadiyah dan Persatuan Islam (Persis). Kedua organisasi ini bertahan sebagai kelompok neo-Wahabi sampai muncul gelombang baru neo-Wahabi pada tahun 1980-an.
>
>
> Kelompok-kelompok neo-Wahabi yang baru mulai bermunculan sepanjang dekade 1980-an dan 1990-an sebagai buah program-program yang dilakukan Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII) yang dimulai pada dekade 1970-an. Kemunculan mereka bermula dari ketidakpuasan mereka terhadap keberadaan Muhammadiyah dan Persis yang kurang konsisten terhadap Quran dan Sunnah.
>
>
> Di antara kelompok baru neo-Wahabi yang dimaksud Ridwan adalah kelompok tarbiyah yang kemudian berubah menjadi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI). PKS memiliki hubungan ideologis dengan Ikhwanul Muslimin di Mesir, sedangkan HTI memiliki hubungan historis dengan Ikhwanul Muslimin. Baik PKS atau pun HTI, masing-masing menempuh jalur politik untuk mencapai tujuan mereka. Cita-cita mereka adalah memformalisasikan syariat Islam di dalam negara.
>
>
> Termasuk yang disinggung oleh Nur Khalik Ridwan sebagai kelompok neo-Wahabi adalah kelompok yang sering disebut sebagai Salafi jihadi. Mereka adalah orang-orang yang berada dalam lingkaran Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Baasyir serta murid-murid mereka berdua.
>
>
> Dikenal sebagai orang-orang yang menyempal dari kelompok Negara Islam Indonesia (NII), dua orang itu menghindari tekanan pemerintah Indonesia dengan cara kabur ke Malaysia pada pertengahan 1980-an. Di Johor Bahru, mereka kemudian membangun basis dakwah baru. Usaha mereka ini ternyata berkembang seiring dengan pecahnya Perang Afganistan.
>
>
> Pesantren mereka di Johor Bahru menjadi tempat transit bagi calon-calon relawan untuk Perang Afganistan dari Pesantren Al-Mukmin, Ngruki, Sukoharjo dan sejumlah kader NII. Tidak hanya itu, sejumlah relawan untuk perang di Afganistan yang berasal dari Indonesia dan Malaysia ikut dalam usaha pengiriman itu. Dari arena perang di Afganistan itulah, muncul orang-orang yang kelak akan dikenal lewat sebutan alumni Afganistan.
>
>
> Ternyata, tidak semua alumni Afganistan bergabung dalam lingkaran Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Baasyir. Sebagian kecil mereka, kembali membaur dalam masyarakat. Di antara mereka yang sedikit ini, terdapat sejumlah orang yang menolak dengan tegas cara-cara berdakwah gaya Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Baasyir.
>
>
> Menurut mereka, Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Baasyir adalah orang-orang Khawarij tulen yang mengafirkan orang-orang di luar mereka—termasuk pemerintah Indonesia—dan menyebarkan kebencian terhadap pihak penguasa di Indonesia. Bahkan, dapat dikatakan, aksi-aksi terorisme di Indonesia 13 tahun belakangan ini berasal dari lingkaran Abdullah Sungkar dan Abu Bakar Baasyir serta alumni-alumni Afganistan yang bergabung dengan mereka. Kurang dari 20 tahun, lingkaran itu telah merekrut anggota-anggota baru dan menebar teror di tengah masyarakat kita.
>
>
> Kelompok Kedua: Wahabi Tulen
>
> Meski secara sepintas tidak termasuk ke dalam kelompok neo-Wahabi, Nur Khalik Ridwan dengan jeli memasukkan kelompok-kelompok yang merujuk kepada Yayasan Al-Muntada di London dan Jam’iyyah Ihya At-Turats Al-Islamiyah di Kuwait ke dalam kelompok baru neo-Wahabi.
>
>
> Yayasan Al-Muntada di London didirikan oleh Muhammad bin Surur bin Nayef Zainal Abidin. Ia pernah tinggal di Arab Saudi. Semula, ia adalah seorang anggota Ikhwanul Muslimin, lalu keluar dan mengaku sebagai Salafi. Ia, oleh Nur Khalik Ridwan, disebut sebagai sempalan Ikhwanul Muslimin.
>
>
> Yayasan ini memiliki cabang di Indonesia. Cabang di Jakarta bernama Yayasan As-Shafwah yang dipimpin oleh Abu Bakar M. Altway. Cabang yang lain adalah Yayasan Al-Haramain.
>
>
> Yayasan Al-Haramain sendiri memiliki dai-dai yang tersebar di sebagian besar wilayah Indonesia. Di antara mereka yang terkenal adalah Abdul Hakim Abdat di Jakarta, Yazid bin Abdil Qadir Jawwas di Bogor, Ainul Harits di Jawa Timur dan Abu Haidar di Bandung.
>
>
> Seperti Yayasan Al-Muntada, Jam’iyyah Ihya At-Turats Al-Islamiyah di Kuwait didirikan oleh Abdurrahman Abdul Khaliq. Ia, sebagaimana dikatakan Nur Khalik Ridwan, adalah seorang sempalan Ikhwanul Muslimin juga.
>
>
> Di Indonesia, Jam’iyyah Ihya At-Turats Al-Islamiyah juga memiliki cabang. Mereka mendirikan pesantren-pesantren yang tersebar di Jawa, seperti Ma’had Jamilurrahman dan Islamic Centre Bin Baaz di Yogyakarta, Ma’had Al-Furqan di Gresik dan Ma’had Imam Bukhari di Solo.
>
>
> Mereka yang dimaksud mengaku diri sebagai Salafi dan mendakwahkan mazhab salafiyah. Dilihat dengan mata telanjang, penampilan mereka tidak jauh berbeda dengan komunitas Salafi di Indonesia. Meski demikian, di tengah komunitas Salafi, orang-orang yang berafiliasi dengan dua yayasan di London dan Kuwait itu serta orang-orang yang berada dalam lingkaran dai dan lembaga pendidikan mereka di seluruh Indonesia disebut dengan istilah Sururi.
>
>
> Lantas, siapa yang dimaksud dengan Wahabi tulen di Indonesia? Dengan mengutip Abu Abdirrahman Ath-Thalibi yang menulis Dakwah Salaf Dakwah Bijak, kelompok yang diidentifikasi Nur Khalik Ridwan sebagai kelompok Wahabi tulen di Indonesia adalah mereka yang disebut dengan Salafi Yamani.
>
>
> Dikatakan Salafi Yamani, karena mereka merujuk kepada syaikh-syaikh Salafi yang ada di Yaman dan di Timur-Tengah. Salah seorang syaikh mereka yang terkenal di Yaman adalah Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i.
>
>
> Syaikh yang dimaksud memimpin Ma’had Darul Hadits di daerah Dammaj, Sha’dah, Yaman. Banyak dai-dai Salafi Yamani yang belajar di Ma’had Darul Hadits sampai hari ini, meskipun syaikh yang bersangkutan telah meninggal dunia beberapa tahun yang lalu.
>
>
> Pada waktu terjadi konflik beragama di Ambon, Maluku, kelompok Salafi Yamani ini pernah mendirikan Forum Komunikasi Ahlus Sunnah wal Jamaah (FKAWJ). FKAWJ menaungi Laskar Jihad di Indonesia yang akan dikirim ke wilayah konflik di Ambon dan juga di Poso, Sulawesi.
>
>
> Laskar Jihad yang dipanglimai oleh Ja’far Umar Thalib dipulangkan setelah pembubaran FKAWJ. Pembubaran yang dimaksud didorong oleh munculnya fatwa-fatwa syaikh Salafi di Arab Saudi, menyusul berbagai penyimpangan yang terjadi dalam Laskar Jihad dan pada diri Ja’far Umar Thalib. Sejak saat itu, Ja’far Umar Thalib memusuhi kelompok Salafi Yamani dan membelot dari mereka.
>
>
> Kelompok Salafi Yamani sendiri, setelah pembubaran FKAWJ, mengembalikan seluruh fokus aktifitas mereka di sejumlah pesantren dan masjid di berbagai daerah di Indonesia. Berbeda dari sebelum pembubaran itu, mereka sekarang berkembang ke hampir tiap propinsi di Indonesia. Di kota-kota besar Indonesia, dakwah mereka dapat kita temui dengan mudah.[]

wahabi


Ketika saya masih mahasiswa, saya tidak sempat aktif
di Masjid Salman.
Tetapi saya sudah banyak mendengar tentang Bang Imad
(panggilan akrab
cendekiawan muslim Dr. Imaduddin Abdulrahim, -red.)
dan mengaguminya
diam-diam. Saya mengajar di SMA PGII, karena saya
mendengar ia pernah juga mengajar di situ. Setelah
lulus dari UNPAD, saya mengajar agama di ITB, hanya
karena Bang Imad juga pernah menjadi dosen agama di
situ. Ketika mendapat beasiswa Fullbright, di antara
beberapa universitas yang menerima saya, saya memilih
Iowa State University; juga karena Bang Imad
mendapatka Master-nya (kelak doktornya) di tempat yang
sama.

Adalah di Ames, Iowa, saya menjadi sangat akrab dengan
dia. Di sini saya menemukan sisi lain dari
kepribadiannya. Di Indonesia, saya mengenal Bang Imad
sebagai cendekiawan dan pejuang Islam yang tegas,
keras, dan tanpa kompromi. Seperti Yusuf, ia berkata
"Tuhanku, penjara itu lebih aku sukai dari ajakan
mereka" (QS. Yusuf; 33). Ketika banyak rekan-rekannya
dikooptasi oleh penguasa Orde Baru, ia tetap melawan
walaupun dengan resiko harus mendekam di penjara.
Ketika suara-suara dibungkam, ia berteriak nyaring,
walaupun ia harus kehilangan banyak sahabatnya. Ketika
banyak akademisi yang
baru merasa sebagai ilmuwan dengan menjauhi agama, ia
menanamkan kecintaan kepada Al-Quran di lingkungan
akademis.

Secara simplistis, saya harus menyebutnya sebagai
seorang fundamentalis.
Kritiknya pada paham Islam tradisional sangat cocok
untuk menempatkan dia sebagai seorang Wahabi. Namun,
keakraban saya dengan dia dan keluarganya di Iowa
memaksa saya untuk mengubah gambaran sederhana itu. Ia
ternyata seorang fundamentalis yang modernis dan
bahkan liberal. Skemata dalam benak saya menjadi
kacau-balau.

Dalam kecintaannya kepada Al-Quran dan keyakinannya
bahwa dengan menegakkan Al-Quran kaum muslimin dapat
meraih kejayaannya kembali, ia seorang fundamentalis.
Ia banyak menghapal Al-Quran dan membacanya dengan
suara yang sangat bagus. Di Indonesia amat jarang kita
menemukan cendekiawan Islam berpendidikan Barat yang
membaca Al-Quran sefasih dan seindah Bang Imad. Ketika
menjadi imam salat, ia lebih mirip orang NU ketimbang
Muhammadiyyah.

Dengarkan ceramahnya, baca tulisannya, Anda akan
menemukan ia paling banyak merujuk pada Al-Quran.
Ketika sedang menyindir kaum modernis bukan keluaran
pesantren, Dr. Aqil Siraj pernah mengatakan bahwa
mereka dapat menyebutkan
ayat Al-Quran lengkap dengan nomor surat dan ayatnya,
tetapi tidak bisa membacanya. Orang NU umumnya dapat
membaca ayat dengan benar, tetapi sering lupa
menyebutkan letaknya. Bang Imad dapat melakukan
keduanya. Ia membaca ayat Al-Quran yang dikutipnya
dengan baik dan benar, lalu menyebutkan letak ayat itu
dengan sangat akurat.

Ketika ia menafsirkan ayat Al-Quran, ia sama sekali
bertentangan dengan pendekatan kaum fundamentalis. Ia
menggunakan pendekatan ilmiah. Sebagai misal, ia
menjelaskan sunnatullah sebagai hukum alam yang eksak,
tidak berubah-ubah, obyektif dan universal. Penangkal
petir menjalankan fungsinya tanpa mempedulikan di mana
ia berada -di masjid atau di bar. Api akan membakar
hangus baik orang jahat maupun saleh. Pendekatan ini
pernah mengundang diskusi yang ramai di antara para
pengikutnya, ketika mereka membicarakan mukjizat (api
tidak membakar Ibrahim) atau keramat (kiai
menyembuhkan penyakit dengan doanya). Dalam pandangan
mereka, membaca asmaul husna untuk lulus ujian,
membaca ayat Al-Quran untuk penyembuhan penyakit
fisik, dan sebagainya bukan saja bertentangan dengan
sunnatullah, tetapi juga syirk. Untuk lulus ujian,
sunnatullah mengajarkan Anda untuk belajar keras;
untuk sembuh dari penyakit, gunakan penemuan-penemuan
medis.

Para peserta diskusi itu sekarang harus merevisi
pandangan mereka, setelah mereka tahu Bang Imad,
marja' taqlid mereka, berobat dengan pengobatan
tradisional. Saya kira kita tidak perlu mengubah
konsep sunnatullahnya Bang Imad. Kita harus memahami
konsep itu dari pendekatan ilmiahnya untuk memahami
Al-Quran. Dengan memperhatikan konteks historis, kita
dapat mengerti kenapa Bang Imad sangat mengistimewakan
penafsiran ilmiah untuk ayat-ayat Al-Quran. Ia
menyampaikan penafsiran Al-Quran itu ketika sains
dilihat sebagai ukuran kebenaran yang paling tinggi.
Tahun enam puluhan sampai tahun tujuh puluhan adalah
situasi ketika positivisme menjadi dasar filosofis
ilmu, mekanika Newon menjadi paradigma utama, dan
mekanika Quantum belum mengubah pandangan kita tentang
alam semesta.

Penafsiran ilmiahnya menghapuskan wajah Wahabinya.
Padahal kalau kita
memperhatikan pandangan tauhidnya, Bang Imad jauh
lebih ekstrem dari orang Wahabi sendiri. Ketika kaum
Wahabi hanya mengharamkan tembakau, Bang Imad
memusyrikkan semua perokok. Rokok, seperti diulanginya
dalam ceramahnya berkali-kali, telah menjadi "illah
yang paling jahat." Rokok yang berkaitan dengan
masalah fiqih telah diangkat Bang Imad menjadi masalah
aqidah.

Pada sisi lain, Bang Imad sangat membenci
kecenderungan wahabisme yang beorientasi pada masa
lalu dan tidak menghargai sains. Tidak jarang ia juga
mengkritik Arabisme -Islam seperti ditampakkan dalam
perilaku yang khas Arab- dengan sangat pedas. Ia
sering mengutip firman Tuhan "Orang Arab itu sangat
besar kekafiran dan kemunafikannya." (QS. Al-Tawbah;
97). Di Iowa, saya menyaksikan banyak orang Arab
tersinggung karena kritiknya. Mereka berkata bahwa
orang Arab yang dimaksud dalam ayat itu adalah orang
Arab dusun, para nomaden di padang pasir. Tetapi
bukankah orang Arab yang
sekarang belajar di Amerika juga berasal dari
nenek-moyang yang tinggal di gurun juga, kata Bang
Imad.

Islam yang bertumpu pada tradisi -baik tradisi Arab,
India, atau Indonesia- sering menjadi sasaran
kritiknya. Bang Imad menginginkan Islam yang modern,
rasional, dan terbuka untuk menerima gagasan-gagasan
baru. Saya pernah mendengar ia mengkritik sekelompok
Islam di Amerika, yang mengisi waktu minggunya dengan
beriktikaf di masjid-masjid, sambil saling memijit di
antara sesama mereka. Kelompok ini menganggap salat
berjamaah sebagai ajaran Islam yang paling penting.
Mereka memakai busana Islam (sebetulnya pakaian
tradisional Indopakistani) dan memelihara janggut.
Seorang kawan saya dari
Malaysia tersinggung karena Bang Imad menyindir
janggutnya yang sukar
tumbuh. Ia mengingatkan kawan saya itu bahwa janggut
adalah tradisi Timur Tengah dan bukan tradisi Islam.
Ia menegaskan perlunya kita menggunakan akal sehat
ketika kita mempelajari dan mengamalkan ajaran Islam.
Orang masuk neraka bukan karena urusan janggut. Mereka
masuk neraka karena tidak menggunakan akalnya. Saya
masih ingat waktu itu Bang Imad mengutip surat
Al-An'am ayat 179: Dan sesungguhnya Kami sudah
memenuhi Jahanam dengan banyak sekali Jin dan manusia,
karena mereka punya hati, tetapi tidak dipakai untuk
mengerti. Mereka punya mata tetapi tidak dipakai untuk
melihat. Mereka punya telinga, tetapi tidak dipakai
untuk mendengar. Mereka itu seperti binatang, bahkan
lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang
lalai.

Jika banyak bangsa lain tersinggung karena kritiknya,
tidak seorang pun orang Indonesia di Ames tidak
tertarik kepadanya. Bersama Bang Imad, kami membeli
rumah, menjadikannya masjid, dan menamainya Darul
Argum. Bersama dia juga kami menyelenggarakan
pengajian khusus untuk orang Indonesia. Di antara para
peserta pengajian itu ada Sri Bintang Pamungkas. Ia
selalu datang dengan topi cowboy dari Wild West. Ia
sering membawakan analisa ekonomi dan menawarkan
solusi yang berbasiskan Islam. Saya kira Bang Imad
banyak memberikan kontribusi pada pemikirannya
sebagaimana ia banyak mempengaruhi orang Indonesia
lainya, termasuk saya- yang belajar di Iowa State
University. Ketegasan dalam memegang teguh pendirian
dan keterbukaannya untuk mendengarkan gagasan yang
lain mendekatkan kami kepadanya.

Bagi kami, Bang Imad merupakan tokoh panutan yang
mengamalkan apa yang dikhotbahkannya. Hatinya
transparan. Kita tidak sulit meramalkan
perilakunya. Ia tidak pandai berbasa-basi. Dari dia,
saya belajar untuk bicara jujur, apa pun resikonya.
Ketika saya "diadili" oleh Senat Fakultas dengan
tuduhan "saudara benar, tetapi cara saudara
bertentangan dengan sopan santun ketimuran", saya
menuding Bang Imad sebagai penyebab "kesalahan" saya.
Kesundaan saya telah dimedankan. Saya pernah
berkali-kali diinterogasi oleh petugas Laksusda Jawa
Barat dengan tuduhan subversif. Saya menjawab apa
adanya. Aneh, saya tidak takut pada kumis lebat
pemeriksa. Teror apa pun yang mereka lakukan kepada
saya tidak menyurutkan keberanian saya. Saya
harus menyebut Bang Imad sebagai sumber inspirasi
keberanian saya. Sekiranya mereka mengajak saya untuk
menghentikan kritik saya pada Orde Baru, saya akan
membaca lagi "Tuhanku, penjara itu lebih aku sukai
dari ajakan mereka" QS. Yusuf; 33). Cuma kali ini saya
membacanya tidak sefasih Bang Imad.

Saya kira saya berurusan dengan tentara, karena
pengajian yang saya berikan di Masjid Salman. Atas
"perintah" Bang Imad, saya masuk ke Salman. Saya
menjadi instruktur tetap untuk Latihan Mujahid Dakwah
(yang namanya berganti-ganti karena pertimbangan
keamanan). Para mahasiswa dari berbagai perguruan
tinggi seluruh Indonesia berkumpul di Salman. Mereka
pulang ke tempatnya masing-masing dengan membawa
semangat tauhid-nya Bang Imad. Mereka meramaikan
masjid-masjid kampus. Mereka juga mengundang saya
untuk berdiskusi di tempat mereka masing-masing. Dari
masjid-masjid kampus inilah lahir Lembaga Dakwah
Kampus, yang kelak menjadi sokogurunya ICMI. Jika saya
menyumbangkan sebutir debu dalam sahara kebangkitan
Islam di Indonesia, semuanya bisa saya hubungkan pada
jasa Bang Imad. Saya hanya sekedar penyambung
lidahnya. Soalnya, waktu itu Bang Imad masih
"terpenjara" di Amerika Serikat.

Ketika ia kembali ke Indonesia, saya bergabung lagi
dengannya di Salman. Sayangnya, entah kenapa, ia tidak
diterima lagi di ITB. Ia harus hijrah ke Jakarta. Pada
pertemuan yang singkat itu, saya sempat memintanya
untuk menulis kata pengantar buat buku saya Islam
Alternatif. Ia memberikan apresiasi yang tinggi,
sambil tidak lupa mengkritik saya. Ketika banyak orang
mempersoalkan pengaruh Syiah pada tulisan saya, ia
menulis, "Sebagai salah satu mazhab dalam Islam,
bagiku tidak ada masalah Sunni dan Syiah.
Sesungguhnya, kedua label ini bahkan harus
dihilangkan. Kita harus
menyatakan diri, bukan Sunni dan bukan Syiah, tetapi
Islam (seorang muslim).
Aku pernah salat di belakang Imam Syiah seperti juga
aku sering salat di belakang Imam Sunni. Sebagai
mazhab pemikiran, aku setuju dengan pendekatan Islam
yang komperehensif, tetapi tidak akan pernah setuju
dengan konsep imamah yang otoriter."

Jiwa terbuka Bang Imad dapat mentolerir mazhab apa
pun. Tetapi para
administratur Salman tidak melanjutkan keterbukaan
ini. Saya
dipersona-non-gratakan dari Salman. Salah seorang
pembina Masjid Salman menuduh saya sudah meracuni
jemaah, sehingga mereka tidak mau lagi mendatangi
pengajian yang diberikan mubalig yang lain.
Sebagaimana Bang Imad, saya akhirnya memilih hijrah ke
Jakarta. Tetapi sebagian besar jemaah saya memilih
tinggal di Salman, sambil tetap menjalin hubungan
ruhaniah dan intelektual dengan saya, di mana pun saya
berada. Ketika saya mendirikan pusat-pusat kajian
Islam di Bandung sekarang ini, para penggeraknya tidak
lain dari jemaah saya di Salman dahulu.

Sekarang, ketika mengenang ulangtahun Bang Imad yang
ketujuh puluh, apa sih jejaknya yang tidak saya ikuti?
Guru SMA PGII, dosen ITB, Master of Science dari Iowa
State University, mubalig yang kritis, hijrah ke
Jakarta, sampai pada bimbingan haji!

Dalam sebuah pesawat yang mengangkut jemaah Umrah,
saya melepaskan sabuk pengaman saya, berusaha berdiri
di sela-sela kursi yang sempit. Saya melihat Bang Imad
lewat. Ia menyapa saya dengan akrab, masih menggunakan
kata Saudara!" Di Amman, di sebuah restoran yang
sekaligus pasar souvenir, Bang Imad memanggil saya. Ia
memperkenalkan diri saya kepada jemaahnya sebagai
seorang guru besar. Saya masih juga menikmati sapaan
akrabnya "Saudara!". Lebih dari duapuluh tahun yang
lalu, saya berbaring di rumahnya yang asri di Ames.
Anak-anak Bang Imad duduk di atas perut saya, bercanda
dan bermain-main. Sementara itu, ibunya sedang
mempersiapkan makanan bagi kami.
Gelak tawa kami terhenti karena Bang Imad memanggil
saya; masih dengan sapaan yang sama "Saudara!"

Teriring doa, semoga Allah swt memanjangkan usia Bang
Imad dan melimpahkan kepadanya kasih-sayang-Nya, saya
ingin dipanggil lagi olehnya dengan panggilan yang
sama "Saudara!". Dalam panggilan itu, saya merasakan
perhatian, keakraban, kasih sayang, dan penghormatan.
Semua unsur itu disimpulkan oleh Erich Fromm dalam
satu kata: LOVE. Bang Imad, I love you too!

Ditulis khusus oleh KH. Jalaluddin Rakhmat untuk
memperingati hari jadi cendekiawan muslim Indonesia,
Dr. Imaduddin Abdurrahim, ke-70 tahun.

Menyalakan Gen Positif


Saya ingin mengawali tulisan ini dengan kisah yang pernah menimpa penulis hebat namun memiliki rupa yang tak seberapa. Dialah peraih nobel sastra (1925) George Bernard Shaw. Konon, penulis asal Inggris ini luar biasa cerdas, sehingga pada satu ketika ada seorang gadis cantik yang jatuh cinta kepadanya.

Namun sayang, meski cantik gadis ini, otaknya kurang mendukung kecantikan parasnya, otaknya telah bongkok dan jongkok (tapi ini bukan pembenaran bahwa gadis cantik selalu berotak jongkok). Sedangkan Shaw adalah lelaki yang secara paras kurang begitu menarik, namun otaknya luar biasa cemerlang (ini juga bukan pembenaran bahwa lelaki yang susah dibilang ganteng selalu memiliki otak yang cemerlang, hhehe).
 
Suatu hari, gadis cantik berotak jongkok itu menyatakan hasratnya kepada lelaki buruk rupa berotak encer itu. Hasrat gadis ini tak lain adalah, ingin agar lelaki itu menjadi suaminya. Harapannya jelas, dia ingin agar keturunanya kelak memiliki otak cerdas seperti lelaki itu, dan memiliki paras menawan seperti dirinya. Maka, alasan itulah yang dikemukakannya kepada Shaw. Shaw pun mengangguk-anggukkan kepala tanpa tersinggung sedikit pun. Dia lalu menyodorkan satu kemungkinan lain yang mungkin tak terpikirkan oleh gadis itu.
 
"Bagaimana jika yang terjadi kelak anak kita nanti berotak sepertimu, dan berwajah sepertiku?"
 
Menurut ilmu genetika, banyak hal yang kita warisi. Apa-apa yang melekat pada diri kita, baik sifat maupun fisik, adalah warisan dari orang tua kita. Bentuk wajah, warna rambut, bentuk hidung, maupun perawakan. Silakan periksa dirimu, mirip siapakah kamu: ayah, ibu, kakek, nenek, atau siapa? Saya juga setelah memeriksa diri, perawakan saya mirip ibu saya yang rupawan. Yasalaaamm...
 
Lalu saya memerhatikan sebuah realitas lain, bahwa yang diwariskan bukan hanya sifat dan fisik semata. Melainkan, nasib juga seolah diwariskan. Lihat saja Marcella Zalianty dan Olivia Zalianty yang ibunya juga seorang artis. Lihat pula Ghita Gutwa anak Erwin Gutawa, Ridho Rhoma anak Rhoma Irama. Nasib orang tua mereka seolah ikut diwariskan kepada mereka. Melihat hal demikian, saya merasa menyesal kenapa saya tidak dilahirkan dari keluarga artis saja. Barangkali kalau saya menjadi anak bang Haji, tentu akan ada duo pria ganteng bersuara merdu dan (maaf) berbulu; Ridho dan Fatih Rhoma ##*%$#@)))!!!!!
 
Namun, itu adalah pandangan saya dahulu. Saya memandang bahwa seorang anak orang kaya dan orang tuanya punya keahlian hebat, bakal mengalami hal yang serupa. Setelah saya membaca dan memelajari genetika, ternyata itu berbeda sama sekali. Bahkan, pengetahuan baru tentang struktur genetika saya dapatkan juga.
 
Menurut ilmu genetika, segala sesuatu yang merupakan "bakat" ditentukan oleh kode genetis yang ada dalam DNA. Sebagai gambaran saja—menurut Prof. Murakami—bahwa setiap kilogram tubuh kita terdapat sekitar 1 trilyun sel. Berarti, setiap bayi yang lahir sudah memiliki sekitar 3 trilyun lebih sel. Padahal awalnya, kita ini berasal dari satu sel yang dibuahi, yang kemudian membelah menjadi 2, 2 menjadi 4, menjadi 8, dan selanjutnya. Subhanallah ya.
 
Nah, setiap sel itu memiliki inti sel (nucleus) yang mengandung DNA. DNA inilah yang menyimpan kode genetis yang menjadi blue print tubuh kita. Akan menjadi apa kita, sudah terprogram dalam DNA tadi. Pertanyaannya, bagaimana sebuah sel tahu bahwa ia berperan sebagai rambut? Tidak selesai sampai di sana, bagaimana pula sel itu tahu kapan tumbuh, kapan memutih, kapan rontok, dan sebagainya?
 
Ternyata, menurut pakar genetika, terdapat mekanisme "NYALA/PADAM" pada DNA tadi. Contohnya, gen yang menentukan sifat kelamin laki-laki (bersuara berat, berkumis, dsb) yang semula "padam" menjadi "menyala" ketika memasuki masa pubertas. Jadi, yang menyebabkan sel tahu bahwa dia akan menyifati seorang laki-laki ketika masuk masa pubertas. Masa puberlah yang MENYALAKAN DNA tadi. Jadi, lingkunganlah yang menyebabkan mekanisme NYALA/PADAM ini.
 
Lebih jauh, menurut penelitian dua ilmuwan dari Institut Pasteur, bahwa mekanisme "NYALA/PADAM" tersebut memang ditentukan oleh keadaan lingkungan. Berdasarkan penelitian, bahwa bakteri E. Coli yang hanya memakan glukosa, ternyata akan memakan laktosa ketika ditempatkan pada lingkungan yang banyak laktosa. Ini sangat aneh, karena bakteri adalah makhluk bersel satu. Sehingga bakteri yang memakan glukosa kemudian berubah menjadi pemakan laktosa SEOLAH SEPERTI MENYALAKAN SEBUAH POTENSI BARU KARENA LINGKUNGAN MENGONDISIKANNYA BEGITU.
 
Intinya begini. Kita adalah makhluk yang terdiri dari bertrilyun-trilyun sel. Karena Allah sudah merancang satu sel saja mampu melakukan mekanisme "NYALA/PADAM", maka saya yakin kita ini memiliki potensi yang sama seperti sel pembentuk kita ini. Kita memiliki mekanisme NYALA/PADAM. Syaratnya, kita mau mencari sebuah kondisi dimana kondisi tersebut mampu me-NYALAKAN POTENSI kita yang MASIH PADAM.
 
Sejenak saya ingin mengajak kamu untuk menyusuri malam-malam yang barangkali diisi dengan penyesalan, ratapan, dan keluhan: mengapa saya lahir dari keluarga yang tak berada? mengapa ayah dan ibu saya bukan artis, mengapa saya tidak bisa menjadi penulis yang hebat, mengapa saya tidak bisa main gitar, mengapa saya tidak bisa membuat puisi, mengapa saya belum juga berhasil dalam bisnis, dan mengapa-mengapa lainnya.
 
Teman, yang membuat Andrea Hirata menjadi penulis novel hebat bukan karena ayahnya seorang novelis luar biasa. Atau pernah ada kakek buyutnya yang menerima hadiah nobel bidang sastra. Yang membuat Andrea Hirata mampu melakukan pencapaian seperti saat ini, karena Andrea mampu menciptakan kondisi di mana pencapaiannya saat ini termungkinkan. Dia banyak melahap buku, senang melakukan riset, dan aktivitas positif lainnya--ditambah sedikit keberuntungan. Andrea Hirata, untuk mencapai kapasitas sebagai penulis yang "pernah" diperhitungkan, tidak mengandalakan keturunan semata.
 
Kalau hanya mengandalkan bakat keturunan saja, maka pembalap Formula 1 yang paling fenomenal saat ini, Lewis Hamilton, akan menjadi pekerja di Jawatan Kereta Api seperti kakeknya, atau menjadi konsultan IT seperti ayahnya. Tetapi, bakat membalap Lewis Hamilton ternyata MENYALA ketika ayahnya memberikan Go Kart sebagai hadiah. Dan semakin berkobar nyala itu ketika diasuh Ron Dennis, boss McClaren.
 
Lalu Fatih Zam, hehehe... Kalau hanya mengandalkan bakat keturunan saja, mungkin saat ini tengah melakukan entah apa karena ayahnya hanya seorang pekerja serabutan. Atau kini sudah menjadi pegawai di dinas kebersihan karena kakeknya PNS di bidang itu. Tetapi kini eFZet tidak menjadi demikian. eFZet sekarang menjadi Rektor di AMBB (Anak Muda Bikin Buku), bahkan tidak harus bergelar Guru Besar, hhehehe. Kenapa bisa terjadi? Karena eFZet berupaya menciptakan kondisi untuk hal tersebut, hhehehe.
 
Maka, kalau kamu saat ini merasa kurang pandai dalam matematika, suara begitu sumbang kala bernyanyi, atau merasa tulisan sama sekali tidak elok dibaca; pliiiiiis jangan dulu mencap diri sebagai MAKHLUK YANG TIDAK BERBAKAT. Karena siapa tahu, justru kamu adalah maestro di bidang olah raga, pakar di bidang IT, hebat dalam hal menulis. Yang belum apa? Yang belum adalah, mungkin kamu belum menyalakan gen bakatmu. Bakat apa saja!  Siapa tahu, di dalam dirimu ada bakat berbisnis seperti 'Abdurrahman ibn 'Auf, bakat sebagai sejarawan dan sosiolog hebat layaknya Ibn Khaldun, atau bakat berakting seperti Keanu Reaves, bakat bermain bola layaknya Messi, Zidan, dan yang lainnya.
 
Nah, setelah membaca tulisan ini apakah kamu akan terus meratapi nasib? Hei, segera bangkit, nyalakan gen positifmu, tersenyum, lalu lihat apa yang akan terjadi! cring...cring...cring...
 ,_._,___


Mahzab


Mazhab Salafi

Pendirinya adalah Ahmad Taqiyuddin, Abdul Abbas bin Syihabudin, Abu Mahasin Abdul Halim bin Majdudin, Abil Barakat Abdus Salam bin Abi Muhammad Abdillah bin Abi Utsman Al-Khadar, bin Muhammad bin Al-Khadar bin Ali bin Abdillah. Keluarga ini disebut keluarga Ibn Taimiyah. Kata "Taimiyah" berasal dari kakaknya yang bernama Muhammad bin Al-Khadar. Ia menunaikan haji ke Mekah melalui jalan Taima. Sekembalinya dari haji ia dapati isterinya melahirkan seorang anak wanita, yang lalu diberi nama Taimiyah dan keturunannya dinamai keturunan Ibn Taimiyah.

Ahmad Taqiyuddin, yang kemudian populer dengan sebutan Ibn Taimiyah, dilahirkan di desa Haran, sebuah desa kecil di Palestina, pada tanggal 10  Rabi'ul  Awal 661H. Sejak kecil ia belajar agama dari ayahnya, Syihabudin. Syihabudin adalah seorang ulama pengikut mazhab Hanbali. Begitu pula ayah Syihabudin, Majdudin, yang juga ulama besar penganut mazhab Hanbali. Setelah berusia 7 tahun, pada tahun 667 H, seluruh keluarga Ibn Taimiyah mengungsi ke Damsyik, Syria, karena desanya akan diserang oleh tentara Tartar (Mongol) yang saat itu sudah menduduki Baghdad. Penduduk Damsyik saat itu merupakan gabungan dari penganut mazhab Hanbali, Syafi'i, dan Maliki.

Syihabudin lantas bergabung dengan sebuah madrasah agama dari mazhab Hanbali yang ada di kota itu. Dan anaknya, Taqiyuddin (Ibn Taimiyah) dimasukkan pula ke sekolah itu. Di situlah Ibn Taimiyah memperoleh seluruh ilmunya. Ibn Taimiyah kemudian menjadi ulama besar mazhab Hanbali, bukan saja dalam ilmu fiqih, tetapi juga dalam ushuludin.

Sayangnya, ia kemudian terpengaruh oleh faham musyabihah dan mujassimah, yaitu kelompok yang mengatakan bahwa Tuhan itu menyerupai manusia, memiliki tangan, kaki, dan wajah. Di dalam fiqih, walaupun ia menganut mazhab Hanbali, namun banyak pula fatwa-fatwanya yang berlainan dengan mazhab Hanbali yang murni. Karenanya, Ibn Taimiyah merupakan ulama penganut mazhab Hanbali yang terkadang menyeleweng dari mazhabnya. Ia terkadang berfatwa sendiri, lepas dari garis mazhab Hanbali, tetapi ushul fiqihnya tetap mengikuti mazhab Hanbali, karena ia tidak memiliki ushul fiqih sendiri. [Muhammad Yusuf Musa, Ibn Taimiyah, hal. 168-170]
 
Ketika beragam pendapat—baik pada dataran teologi maupun fiqih—bermunculan, sehingga lahirlah berbagai mazhab yang saling bertentangan, muncullah sekelompok ulama yang menyadari bahwa kondisi ini tidak sehat. Sehingga, mereka ingin mengembalikan berbagai persoalan agama sebagaimana zaman sahabat dan tabi'in, yang mereka sebut salaf ash-shalih. Karena itu, mereka menamakan diri mereka Salafiyun. Kelompok ini pun kemudian dikenal dengan nama Salafi, yang mengklaim bahwa merekalah pengikut sejati salaf ash-shalih. Setelah kelompok ini kuat dan memiliki banyak pengikut, muncullah Ibn Taimiyah sebagai penolong dan pembimbing mereka. Tidak hanya itu, Ibn Taimiyah juga menyuburkan metode mazhab ini, melalui tulisan-tulisannya yang menyanggah lawan-lawan pemikirannya. [Mustafa Muhammad asy-Syak'ah, Islam Tidak Bermazhab, hal. 388-389]

Beberapa pendapat kontroversial Ibn Taimiyah:

1. Ibn Taimiyah menegaskan bahwa singgasana Allah berbentuk datar, bukan berbentuk bola. Karena, kalau berbentuk bola, maka Allah juga berbentuk bola. [Ibn Taimiyah, Majmu' ar-Rasa'il, jil. 2, bag. 4, hal. 112]

2. Dr. Muhammad Yusuf Musa, dalam bukunya yang sangat berpihak kepada Ibn Taimiyah, berkata, "Bagaimanapun, ia dibawa ke pengadilan dengan tuduhan memercayai bahwa Tuhan itu benar-benar duduk di atas 'Arsy, boleh ditunjuk dengan jari ke atas, serta berkata-kata dengan huruf dan suara. Jaksa menuntut agar Ibn Taimiyah dihukum mati. Setelah ketua pengadilan, Qadhi Ibn Makhluf, bertanya kepada Ibn Taimiyah tentang tuduhan itu, ia memulai jawabannya dengan mengucap hamdalah dan salawat, seperti berpidato. Ibn Taimiyah bertanya, 'Siapa ketua pengadilan?' Dijawab, 'Ibn Makhluf.' Ibn Taimiyah lalu berkata, 'Engkau musuhku, bagaimana bisa menghukumku?' Kemudian Ibn Taimiyah dihukum penjara... Ibn Taimiyah sendiri meninggal pada tanggal 20 Dzulqaidah 728 H (September 1328 M)." [Muhammad Yusuf Musa, Ibn Taimiyah, hal. 102-104]
 
3. Mufti dan Syaikhul Islam Taqiyuddin Al-Husaini ad-Dimasyqi (w. 829 H) berkata, "Abu Hasan Ali ad-Dimasyqi meriwayatkan dari ayahnya, bahwa suatu ketika ayahnya itu menghadiri majlis Ibn Taimiyah di Masjid Damsyik. Ibn Taimiyah memberi pelajaran di hadapan umum. Ketika sampai kepada ayat: Tuhan ber-istawa di atas 'Arsy, maka ia mengatakan bahwa Tuhan duduk bersila di atas 'Arasy seperti sila saya ini. Seketika para pendengar menjadi ribut, karena Ibn Taimiyah menyerupakan silanya dengan istawa Allah. Akibatnya, Ibn Taimiyah pun dilempari dengan sandal, sepatu, dan diturunkan dari kursinya, ditampar, dan diusung ramai-ramai." [Taqiyuddin al-Husaini ad-Dimasyqi, Daf'us Syubah man Tasyabbahan wa Tamarrad, hal. 41]

4. Ibn Batutah berkata, "Di Damsyik terdapat seorang ahli fiqih dari mazhab Hanbali, yang bernama Taqiyudin Ibn Taimiyah. Ia banyak membicarakan ilmu pengetahuan, namun sepertinya ada yang tidak beres pada otaknya (fi 'aqlihi syai'un). Penduduk Damsyik begitu menghormati orang ini. Suatu hari ia mengajar dengan berdiri di atas mimbar masjid Damsyik yang besar itu. Ia mengeluarkan fatwa-fatwa yang bertentangan dengan para ahli fiqih lainnya. Sehingga akhirnya ia diadukan kepada Raja Nashir yang berkedudukan di Kairo (Damsyik ketika itu berada di bawah kekuasaan Mesir—penerj.). Ia lalu dibawa ke Kairo dan dihadapkan dengan beberapa tuduhan dalam sebuah pengadilan. Qadhi saat itu adalah Syarafudin Zawawi, seorang ahli fiqih dari mazhab Hanbali juga. Tetapi Ibn Taimiyah tidak menjawab pertanyaan yang diajukan, kecuali hanya mengucap La Ilaha Illallah. Akhirnya ia dijebloskan ke penjara. Setelah dipenjara beberapa saat di Kairo, ibunya mengajukan permohonan kepada Raja Nashir agar anaknya itu dibebaskan. Raja Nashir mengabulkan permohonan ini. Lalu Ibn Taimiyah dibebaskan, dan pulang ke Damsyik. Tetapi terjadi lagi hal serupa. Ketika itu aku sedang berada di Damsyik. Aku menghadiri majlisnya (Ibn Taimiyah—penerj.) pada hari Jum'at, di mana ia berkhutbah di atas mimbar masjid jami'. Di antara ucapannya adalah bahwa 'Allah turun ke langit dunia seperti turunnya saya sekarang ini'. Lalu ia turun satu anak tangga mimbar. Ketika itu hadir seorang ulama mazhab lain, yang bernama Ibn Zahra. Ahli fiqih ini kemudian menyanggah perkataan Ibn Taimiyah tersebut, karena ia telah menyerupakan Allah dengan dirinya. Seketika orang-orang pun berdiri dan memukuli Ibn Zahra dengan tangan dan sandal mereka, hingga surbannya terjatuh…. Ibn Taimiyah lalu dihadapkan lagi ke pengadilan. Dan pengadilan memutuskan bahwa ia telah melakukan kesalahan dalam fatwanya, baik dalam isu fiqih maupun ushuludin. Sehingga, ia pun dijebloskan lagi ke penjara, dan meninggal dalam penjara benteng Damsyik itu."  [Ibn Batutah, Ar-Rihlah, jil. 1, hal. 57]

5. Ibn Hajar al-Asqalani meriwayatkan sebagaimana pernyataan Ibn Batutah di atas, bahwa sembari turun dari mimbar Ibn Taimiyah berkata, "Allah turun ke langit dunia seperti turunnya saya sekarang ini." [Ibn Hajar al-Asqalani, Durr al-Kaminah, jil. 1, hal. 154]

Syaikh Abdullah al-Harari asy-Syafi'i menyebutkan dalam kitabnya bahwa (ketika ia menyusun kitabnya tersebut) telah terdapat 58 kitab Ahlusunah yang menolak akidah Ibn Taimiyah, dan 83 kitab Ahlusunnah yang menolak akidah Muhammad bin Abdul Wahab. [Syaikh Abdullah al-Harari, Maqalat as-Sunniyah fi Kasyfi Dhalalat Ahmad Ibn Taimiyah, hal. 238-251]. Atau, dapat pula dilihat di situs beliau: http://www.anwar-alislam.be/haraniRefuted.htm, di bawah judul: Min 'Ulama Ahlusunnah Alladziina Raddu 'Alaa Ibn Taimiyah, yang menampilkan daftar ulama Ahlusunah—baik ulama klasik maupun kontemporer—dari semua mazhab (Syafi'i, Maliki, Hanbali, dan Hanafi) yang menolak  Ibn Taimiyah. Di situ baru disebutkan 80 ulama saja.

Jamal Effendi az-Zahawi juga membuat daftar ulama Ahlusunah yang menolak faham Salafi-Wahabi, yang jumlahnya mencapai 50 ulama beserta karya-karya mereka. [Jamal Effendi az-Zahawi, The Doctrine of Ahl al-Sunna Versus the Salafi Movement, hal. 7-15] Atau, dapat dilihat di situs: http://www.sunnah.org/articles/Wahhabiarticleedit.htm, di bawah judul Wahhabism: Understanding the Roots and Role Models of Islamic Extremism.

Ibn Batutah berkata tentang Ibn Taimiyah, "Ada yang tidak beres pada akalnya." [Ibn Batutah, Ar-Rihlah, hal. 57].

Ali bin Makhluf (seorang qadhi mazhab Maliki di Mesir, w. 718 H) berkata, "Ibn Taimiyah berkata tentang tajsim (penjasadan Allah). Bagi kami, siapa saja yang berkeyakinan seperti ini, maka ia adalah kufur dan wajib dibunuh." [Min 'Ulama Ahlusunnah Alladzina Raddu 'Alaa Ibn Taimiyah, www.anwar-alislam.be]

Tajudin as-Subki asy-Syafi'i berkata, "Aku mendapati salah satu dari kitabnya (Syaikh Syihabudin al-Halabi) yang menolak pandangan Ibn Taimiyah. Sedangkan pandangan akidah Ahlusunah adalah sebagai berikut….Mengenai kemustahilan Allah menempati ruang, telah dibuktikan oleh hadis dan penjelasan ulama. Dan kebatilan akidah Ibn Taimiyah tersebut telah dibuktikan pula oleh Al-Qur'an dan hadis. Pelaku bid'ah menganggap bahwa mereka mengikuti mazhab salaf. Padahal, mazhab salaf itu tauhid. Bagaimana mungkin para salaf itu berakidah tasybih (penyerupaan) atau diam saja terhadap munculnya akidah bid'ah! Sungguh, Allah telah berfirman, 'Jangan kalian campur aduk kebenaran dan kebatilan.'" [Tajudin as-Subki, Thabaqat asy-Syafi'iyah, jil. 9, hal. 34, 36, dan 83]

Ibn Hajar al-Haitsami berkata, "Allah telah menjadikan Ibn Taimiyah tersesat dalam bid'ah dan azab. Dia telah menjadikannya tuli dan buta. Harus dinyatakan bahwa ia adalah seorang pelaku bid'ah, yang sesat dan menyesatkan. Ia pun seorang yang bodoh dan ekstrem." [Ibn Hajar al-Haitsami, Fatawa al-Haditsiyah, hal. 114]

Al-Hafizh adz-Dzahabi pernah menjadi murid Ibn Taimiyah. Bahkan adz-Dzahabi sering memujinya. Hubungan baik di antara keduanya tidak diragukan lagi. Namun demikian, ini tidak menghalangi adz-Dzahabi untuk mengkritik tajam (kalau tidak bisa dibilang mengecam) Ibn Taimiyah. Pernyataannya tersebut termuat dalam tulisannya yang berjudul: An-Nashihah adz-Dzahabiyah li Ibn Taimiyah. Berikut kutipannya:

"Semoga keberkahan bagi seseorang yang kesalahannya mengalihkan perhatiannya dari kesalahan-kesalahan orang lain. Dan terkutuklah seseorang yang kesalahan orang lain telah mengalihkan perhatiannya dari kesalahannya sendiri. Berapa lama lagi Anda akan melihat biji sawi di mata saudara Anda, sementara Anda melupakan batang pada diri Anda sendiri? Berapa lama lagi Anda akan memuji diri Anda sendiri dan mengoceh, sembari mengolok-olok para ulama, dan mencari kelemahan orang lain? Demi Allah, Anda mesti membiarkan kami. Anda adalah orang yang suka berdebat, dan diberkahi dengan lidah pandai yang tak pernah berhenti. Berhati-hatilah dari pertanyaan rewel seputar agama. Karena, terlalu banyak bicara tanpa bukti akan mengeraskan hati." [Bayan Zaghal al-'Ilm, hal. 32-33]

"Sampai kapan Anda akan menggali fitnah filsafat yang ruwet, yang tidak dapat kami terima di akal? Para pengikut Anda menolong Anda dan berjuang untuk Anda dengan kata-kata dan perbuatan. Tidakkah mayoritas dari murid-murid Anda itu lumpuh dan terikat, buta, pendusta, bodoh, aneh, dan terlihat saleh tetapi tidak memahami? Jika Anda tidak percaya, maka lihatlah sendiri keadaan mereka, dan nilailah dengan adil. Saya tidak berharap bahwa Anda akan menerima kata-kata saya atau mendengar teguran saya. Sebaliknya, (mungkin) Anda justru akan berupaya keras menulis berjilid-jilid buku demi menolak satu halaman (tulisan) ini."  [Bayan Zaghal al-'Ilm, hal. 33-34]

Pihak yang mendukung surat ini meyakini keotentikannya. Alasannya, berdasarkan penelitian terbukti bahwa tulisan pada surat tersebut adalah asli tulisan tangan adz-Dzahabi. Bahkan ulama terkemuka Ahlusunah sekaliber al-Hafizh as-Sakhawi pun mengakui tulisan itu sebagai karya adz-Dzahabi. Selain beliau, tulisan itu juga ditegaskan oleh ulama besar Ahlusunah lainnya, Syaikh Muhammad Zahid al-Kautsari.

Tidak hanya itu, bahkan as-Sakhawi mengutipkan pula kalimat kritikan adz-Dzahabi lainnya kepada Ibn Taimiyah. Adz-Dzahabi berkata, "Meskipun saya telah lama mengenal dan mengamati Ibn Taimiyah, saya dapati bahwa satu-satunya alasan mengapa orang-orang Mesir dan Syria membencinya, mencacinya, dan menyebutnya pembohong atau bahkan kafir, adalah dikarenakan rasa bangga diri, keangkuhan, hasrat, dan cintanya akan publisitas." [Al-Hafizh as-Sakhawi, Al-I'lan bi at-Taubikh li Man Dzamma at-Ta'rikh, hal. 136]

Ibn Hajar al-Asqalani juga mengutip pernyataan adz-Dzahabi tentang Ibn Taimiyah, "Dalam diskusi, ia selalu memperlihatkan kemarahan dan permusuhan terhadap lawan-lawannya, sehingga menanamkan permusuhan pada mereka. Bila saja ia memperlakukan lawan-lawannya dengan sopan, maka mereka akan menghormatinya. Karena, sebagian besar orang-orang terkemuka mereka bisa menerima pengetahuannya, mengakui semangatnya, dan sepakat bahwa penyelewengannya sedikit." [Ibn Hajar al-Asqalani, Durar al-Kaminah, jil. 1, hal. 161]

Taqiyudin as-Subki—mantan pengagum Ibn Taimiyah—juga mengecamnya. Dalam salah satu kitabnya, as-Subki berkata tentang Ibn Taimiyah, "Pengetahuannya melampaui daya pikirnya." [Taqiyudin as-Subki, Ar-Rasa'il as-Subkiyah, hal. 151-152]

Wassalam,
M. Anis

Monday, February 13, 2012

Prestasi Sex Dari Berbagai Negara di Dunia


Berbicara soal prestasi tentang kemampuan olahraga, sains, angkatan perang dan lain-lain dari suatu negara mungkin sudah sering didengar dan dibandingkan, namun mungkin jarang sekali didengar tentang prestasi dari berbagai negara mengenai prestasi pria dan wanita-nya dalam bidang sex. Sex memang tiada ada habisnya.

Artikel yang dikutip dari kaskus ini mungkin memberi gambaran tentang pria dan wanita negara mana yang paling berprestasi dalam berganti-ganti pasangan ato wanita negara mana yang sangat memperhatikan ukuran “si buyung“ yang menjadi tolak ukur kepuasan sex-nya ato wanita negara mana yang paling aktif dalam soal sex ato suka berhubungan dalam keadaan gelap ato ada juga wanita dari negara mana yang paling senang menggunakan sex toys dan lain-lain.

Austria
Pria Austria tercatat paling suka berganti-ganti pasangan. Rata-rata mencapai 29,3 pasangan seksual atau dua kali lipat dari angka rata-rata dunia yang hanya 13,2 pasangan. (Durex Sexual Wellbeing Global Survey,2007)

New Zealand
Rekor wanita yang tercatat paling sering berganti pasangan dipegang oleh wanita New Zealand, yakni 20,4 pasangan seksual. Jauh lebih tinggi dari angka rata-rata duniayang hanya 7,3 pasangan seksual.
(Durex Sexual Wellbeing Global Survey,2007)

India
Sebanyak 99% suami di India merasa dicurigai istrinya. Ini klop dengan 69% istri di India yang mencurigai suaminya berselingkuh
(The Great India Sex Survey, 2008)

Korea Selatan
Hanya 9% pria Korea Selatan mengakui peningkatan kepuasan seksual setelah disunat dan 20% lainnya mengakui prestasi seksnyprestasi-sex1a justru melorot.
(Survey D.Kim dan M.G Pang dari Gyungki-Do, Korea, 2007)
Cerita lain, tercatat 35% mahasiswa dari 249 mahasiswa Korea Selatan mengatakan bersedia bercinta dengan orang yang dicintainya. Namun 13% dari mereka mengaku hanya akan berhubungan seksual dengan wanita yang akan dinikahi. (Survey Biro Jodoh Bien-Aller, 2006)

Israel
Wanita Israel sangat aktif dalam seksual, namun mereka lebih suka bercinta dalam keadaan gelap. Sebanyak 80% wanita percaya ukuran si buyung mempengaruhi prestasi seksual. Hanya 57% wanita mengaku pernah mengalami orgasme. Sekitar 23% diantaranya mengaku menggunakan vibrator sebagai alat bantu. (Hasil survey Dr.Maryanet Shenhar)

Jepang
Sebanyak 34% pasangan di Jepang mengaku sudah tidak bercinta selama sebulan lebih. Persentase ini meningkat 2% dari 32% yang tercatat pada survey tahun 2004. (Survey The Japan Family Planning Association, 2008)

RRC
Sejumlah 96% generasi baru muda di RRC mengaku berhubungan seks dengan pasangan tetapnya (bukan one night stand), dan 20% diantaranya mengaku berhubungan seks dibawah umur 20 tahun
(Survey oleh Chinese Academy of Social Sciences, 2008)

Taiwan
Sebanyak 47% wanita Taiwan gemar menggunakan vibrator. Wanita AS dan Inggris menyusul dibelakangnya dengan 43%. (Survey, Durex, 2005)